Kamis, 05 Februari 2009

Passio ATMI



Sepontan terpikirkan untuk menyanyikan Passio di reuni 40 tahun ATMI. Kendati panitya kawatir saya bicara terlalu banyak, ditanya berapa menit pak, jawab saya 2 menit cukup.


Maka ketika dipanggil untuk untuk menyampaikan sesuatu saya manarik teman saya Maryanto, dan kami berlari ke arah podium. Buku 40 tahun saya berikan untuk dipegang seperti podium hidup. Tanpa kata pembukaan saya mulai....

Inilah kisah ATMI Mikael menurut Martin Teiseran..... pada waktu itu saya datang ke ATMI bertemu romo Benedictus Bambang Triatmoko, ia mengatakan pembaruan dan peralihan segera harus dimulai dan berhasil, sambil memukul mukul meja dan sebelah tangan memegang mentos....

lalu saya menemui orang tua, romo Casutt namanya. Dengan mata berkaca kaca ia mengatakan....Saya tidak dapat bekerja dengan penuh, dan karena itu saya diberhentikan dan menyerahkan tanggung jawab kepada Romo Istanto, pengganti saya. Saya mengundurkan diri ke ATMI Solo. Dengan membantu sedapat-dapatnya di sekolah dan komunitas, saya istirahat dari karya dan saya berdoa agar pendidikan kejuruan dapat terus berlangsung.

Dari Solo, saya meuju Jakarta. Ke Kelapa Gading bertemu dengan Sanjaya... angkatan 5 ATMI Solo. Ia mengatakan ...dua anak saya sekolah di Amerika Serikat.. pikirku untuk meneruskan kerajaan bisnisku. Ternyata dua duanya ingin menjadi romo. Lalu aku bertanya pada diriku, untuk apa semua harta dan kujawab sendiri .....Semua itu akan kubagikan kepada semua yang hadir disini... Dengan suara meninggi seperti umumnya Passio diakiri.

Maka geeerrrrrrrrrr pun meledak.
Ternyata kekawatiran panitya tidak terjadi. Waktu dua menit terlewatkan dengan tertawa lepas... syukurlah....